JAKSANEWS.ID, TAKALAR – Isu panas tengah mengguncang lingkup Pemerintah Kabupaten Takalar. Pasalnya dua oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial A dan B menjadi perbincangan hangat karena diduga memiliki peran penting dalam mengendalikan arah kebijakan di Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo), meski tak memiliki jabatan resmi di dinas tersebut.
Yang lebih mencengangkan, keduanya disebut-sebut sebagai “pembisik” utama Bupati Takalar, Mohammad Firdaus Daeng Manye, tokoh yang selama ini dikenal tertutup soal siapa saja yang menjadi lingkaran kepercayaannya.
Dari informasi yang dihimpun, A dan B kerap terlihat hadir dalam rapat-rapat internal dinas Kominfo, bahkan diduga memberikan arahan kepada pejabat struktural yang notabene memiliki kedudukan formal.
Fenomena ini memunculkan kekhawatiran akan terjadinya praktik birokrasi tak sehat di balik layar kekuasaan.
“Seperti ada dua kepala dinas. Yang satu resmi, tapi yang mengatur semuanya ya mereka itu,” ungkap salah satu sumber yang tak ingin disebut jati dirinya.
Dominasi A dan B disebut semakin kentara sejak awal tahun 2025. Tak hanya di balik meja rapat, keduanya juga dilaporkan aktif mengatur komunikasi eksternal, termasuk menjembatani Bupati Takalar bertemu dengan para petinggi media besar di Sulawesi Selatan.
Salah satu kejadian yang menjadi sorotan adalah ketika keduanya disebut memfasilitasi pertemuan antara Bupati Mohammad Firdaus Daeng Manye dengan direktur PT Tribun Timur dan PT Media Fajar Indonesia, tanpa melibatkan dinas Kominfo sebagai instansi resmi pengelola hubungan media dan informasi publik Pemkab Takalar.
Padahal, tugas menjalin komunikasi dan kerjasama dengan media merupakan kewenangan penuh dinas Kominfo. Tindakan ini dinilai melemahkan fungsi kelembagaan sekaligus menimbulkan kesan bahwa urusan strategis pemerintahan dikendalikan oleh pihak yang tidak pada tempatnya.
“Aneh saja, kenapa dua ASN di luar Kominfo bisa atur-atur komunikasi dengan media? Itu tugas Kominfo. Masa Bupati harus dibawa malam-malam ketemu direktur media, padahal beliau punya banyak urusan pemerintahan lain yang lebih prioritas,” sambung sumber.
Sejauh ini, Bupati Takalar Mohammad Firdaus Daeng Manye belum memberikan tanggapan resmi atas tudingan tersebut. Namun, desakan dari berbagai pihak agar kepala daerah mengambil langkah tegas mulai bermunculan.
Pengamat kebijakan publik menilai, bila isu ini benar adanya, maka hal itu bukan sekadar pelanggaran etika birokrasi, tetapi juga cerminan lemahnya sistem kontrol internal pemerintahan lingkup Pemkab Takalar.
“Ini bisa membuka ruang patronase dan konflik kepentingan. Pemerintahan daerah harus berdiri di atas sistem, bukan pada kekuatan individu yang bermain di balik layar,” ujarnya lagi.
Disisi lain, DPRD Takalar diminta segera turun tangan menyelidiki kabar ini dengan memanggil pihak-pihak terkait untuk dimintai klarifikasi, demi menjaga integritas dan profesionalitas birokrasi daerah.
Masyarakat Takalar berharap kasus ini tidak dibiarkan berlarut-larut. Keterlibatan ASN dalam ranah yang bukan tugas pokoknya dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk di masa yang akan datang, apalagi jika melibatkan keputusan-keputusan strategis pemerintahan.
Kini, sorotan publik tertuju pada Bupati Takalar Mohammad Firdaus Daeng Manye. Apakah beliau akan mengambil sikap tegas untuk mengembalikan marwah pemerintahan, atau justru membiarkan ‘bayangan kekuasaan’ terus bermain di balik panggung birokrasi?

